Jatuh cinta dalam pandangan Islam
M. Ridwan Hasan, Banyuwangi
Islam adalah agama fitrah, dan cinta adalah fitrah manusia yang
ditanamkan oleh Allah sejak diciptakan, agar keturunan Nabi Adam tetap
lestari dan tercipta cinta kasih di antara manusia sehingga hidup penuh
dengan kerahmatan. Jatuh cinta kepada lawan jenis adalah hal normal dan
sangat dianjurkan, Islam tidak melarang seseorang untuk jatuh cinta,
mencintai dan dicintai. Hanya saja, Islam menunjukkan wadah yang suci
melalui pernikahan untuk menyalurkan hasrat cinta sepasang manusia agar
dapat bercinta dengan bebas sekaligus mendapat ridha dan diberkahi oleh
Allah swt.
Allah swt berfirman yang artinya: “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya
dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa cinta dan kasih sayang………..
(Ar-Rum: 21)
Pernikahan adalah suatu wadah yang sangat
mengagungkan nilai-nilai cinta dan supaya cinta itu tetap suci tidak
terkotori oleh nafsu hewaniyah. Pada ayat di atas dijelaskan bahwa hati
yang bersatu karena Allah (setelah menikah), maka Allah akan menyemai
rasa cinta dan kasih sayang kepada pria atau wanita yang menjadi
pasangan hidupnya. Sebelum menikah rasa cinta kepadanya akan biasa-biasa
saja, tidak akan sekuat dan setulus ketika setelah menikah. Ikatan hati
akan semakin kuat setelah menikah, karena akan tumbuh rasa lebih saling
memiliki, saling menjaga dan dorongan untuk rela berkorban demi
pasangan hidupnya.
Cinta yang tidak dikemas oleh pernikahan,
akan terkesan hanya melampiaskan hawa nafsu belaka, maka tidak ada
bedanya dengan hewan yang hanya bersenang-senang dengan lawan jenisnya
tanpa ada ikatan yang sah. Ironisnya di akhir zaman sekarang ini, banyak
yang lebih memilih menyalurkan hasrat cintanya pada wadah yang haram
yang bertentangan dengan syariat Islam dan dimurkai oleh Allah swt yaitu
pacaran.
Banyak yang beranggapan bahwa sebelum menikah
hendaknya berpacaran terlebih dahulu, untuk mengetahui pribadi orang
yang akan dinikahi, agar tidak menyesal di kemudian hari. Ini adalah
anggapan yang salah dan menyesatkan. jika seseorang hendak menikah ia
tidak perlu pacaran terlebih dahulu, apalagi sampai bertahun-tahun. Sang
pria cukuplah ta’aruf dengan wanita yang ia sukai dengan datang ke
rumah calon istrinya dan menanyakan prihalnya kepada orang tuanya,
keluarga dan kerabatnya, dan juga bertanya kepada teman-temannya di
sekolahnya maupun di tempat kerjanya. Sang wanitapun demikian, hendaknya
ia meminta kepada kekasihnya apabila ia memang mencintainya, ia harus
menemui orang tuanya atau walinya dan melamarnya untuk menikahinya. Ini
adalah tuntunan Islam yang dijarkan oleh nabi Muhammad saw.
Sesungguhnya pacaran bukanlah suatu jaminan bagi sepasang kekasih yang
melanjutkan kepelaminan pernikahannya akan bertahan lama, tidak sedikit
kisah cinta mereka kandas di tengah jalan. Maka, jalinlah cinta kasih
dalam wadah yang syar’I (pernikahan) yang diridhai oleh Allah dan
Rasul-Nya. Sehingga akan tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah, di karuniai keturunan yang shalih dan shalihah dan cintanya
tetap abadi sampai di surga-Nya nanti.
No comments:
Post a Comment